KabarUang.com, Jakarta – Juru Bicara Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi menyampaikan berita bahwa sebanyak 87 jamaah umrah positif Covid-19 selama proses pelaksanaan ibadah. Dimana 10 diantaranya dinyatakan positif Omicron.
“Saat ini ada 10 yang probable Omicron,” ungkap Siti Nasdia, dilansir idxchannel.com.
Sebanyak 87 jamaah umrah yang terpapar Covid-19 ini berangkat ke Arab Saudi pada tanggal 8 Januari 2022 dengan jumlah rombongan sebanyak 411 orang. Sebelumnya, sebanyak 13 orang tim advance uji coba umrah pun dinyatakan positif Covid-19. Untuk itu, jika dijumlahkan maka ada 100 orang yang terinfeksi usai pulang dari Arab Saudi.
Menanggapi hal ini, Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan bahwa di saat seperti memang sangat berisiko bagi warga Negara untuk pergi ke Arab Saudi.
Arab Saudi menjadi negara yang berisiko untuk dikunjungi
“Berdasarkan pengamatan situasi pandemi di Arab Saudi yang kasusnya belum melandai, saya merekomendasikan untuk menunda keberangkatan umrah setidaknya satu bulan untuk melihat perkembangan berikutnya,” tanggapan Dicky.
Pandemi Covid-19 di Arab Saudi sendiri sangat rentan untuk didatangi oleh warga luar. Pasalnya, hingga saat ini kasus Covid-19nya terus meningkat dan belum menunjukkan perbaikan. Bahkan, sejak pertengahan Desember 2021 hingga awal Januari 2022 belum ada penurunan kasus.
Ini menjadikan Arab Saudi menjadi negara yang sangat berisiko untuk dikunjungi. Namun, jika kasusnya melandai, maka risiko akan semakin kecil. Tapi, untuk Arab Saudi ini justri sebaliknya, baik Indonesia maupun Arab Saudi dua-duanya berisiko. Meskipun sudah menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan antisipasi lain yang sudah disiapkan.
“Sekalipun protokol kesehatan dan vaksinasi dilakukan, ini tidak begitu berarti,” lanjutnya.
Pihaknya menegaskan bahwa Omicron ini adalah varian yang bia menyasar siapapun, baik orang yang sudah divaksin terlebih yang belum vaksin. Kondisi ini pun harusnya menjadi pertimbangan pemerintah. Pihaknya menyarankan agar pemerintah melihat risikonya dan tidak hanya melihat dari aspek manfaatnya. Terlebih Indonesia diprediksi mencapai puncak pada Februari 2022.
“Pemerintah harus segera melakukan analisis risiko sesuai dengan ‘tools’ yang dimiliki Badan Kesehatan Dunia (WHO),” paparnya.