KabarUang.com, Jakarta – Saat ini, harga komoditas sawit menyentuh Rp 3.300 per kilogram tandan buah segar (TBS). Ini adalah harga tertinggi dari sepanjang sejarah industri kelapa sawit nasional. Untuk itu, para petani diminta untuk memanfaatkan keadaan ini, dan tidak terlena dengan harga sawit yang sedang mahal.
Ekonom Gunawan Benjamin menyampaikan bahwa kenaikan harga sawit ini adalah kabar baik di tengah melambatnya laju perekonomian belakangan akibat pandemi Covid-19. Kenaikan harga sawit ini juga seirama dengan kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar global. Kenaikan ini terjadi karena banyak sentimen yang membuat harga sawit mengalami kenaikan. Pertama yakni mulai dari bergeliatnya perekonomian dunia yang membuat konsumsi CPO mengalami kenaikan.
Selain itu pula, produktivitas panen sawit saat ini masih menurun karen afaktor musiman. Sementara, pemicu lainnya yakni harga komoditas energi lain.
“Ini berkah buat petani sawit kita. Tapi harus dimanfaatkan untuk hal yang produktif. Seperti memperbaiki cash flow rumah tangga para petani kita. Memperbaiki kondisi tanaman sawit, bisa dari pemupukan, atau perawatan lainnya. Bukan justru konsumtif,” ungkap Gunawan, dilansir idxchannel.com.
ekonom minta petani manfaatkan harga sawit yang meroket
Ekonom pun mengatakan agar para petani tidak melupakan satu hal. Hal ini yakni harga sawit yang pernah menurun hingga di bawah Rp 1.000 per kilogram. Misalnya yang pernah terjadi di pertengahan 2019 lalu, di mana harga TBS di tingkat petani ini sempat menyentuh harga Rp 700 per kilogram.
“Jadi manfaatkan kenaikan harga TBS ini untuk keperluan yang sifatnya produktif. Karena sejarah (harga TBS murah) bisa terulang kapan saja. Meskipun saat ini saya yakin harga TBS masih akan mahal setidaknya hingga penutupan akhir tahun 2001,” lanjutnya.
Telebih, Gunawan mengatakan saat ini ekonomi dunia pun tengah dalam ketidakpastian. Pasalnya Covid-19 masih menjadi masalah utama yang membuat benyak negara menutup wilayahnya. Belum lagi masih ada ketegangan dan memburuknya hubungan politik, musim dingin yang belum usai, stagflasi yang terjadi di China pun dapat memperburuk harga CPO ke depannya.
Belum lagi masalah perubahan iklim dan badai La Nina yang masih mengancam produksi pertanian dunia. “Jadi jangan terlena. Petani harus pintar dalam mengelola uang yang saat ini tengah melimpah akibat kenaikan harga sawit. Kita harus benar-benar ispa, dengan segala bentuk ancaman yang bisa merontokkan harga TBS nantinya. Meskipun saat ini kita tetap optimis harga TBS masih akan bertahan mahal,” tutupnya.