KabarUang.com, Jakarta – Independent Research Advisory Indonesia (IRAI) melakukan riset perihal beberapa faktor yang membuat industri gula masih tertinggal jika dibandingkan dengan produsen lain. Setelah ditemukan, ternyata mayoritas masalahnya datang dari sisi on farm.
CEO dan Founder IRAI Lin Cha Wei mengatakan bahwa permasalahan yang ditemui di Indonesia mencakup produktivitas dan rendeman yang rendah. Bukan hanya itu, alasan lainnya yakni karena rasio area penanaman dan kapasitas giling yang tidak seimbang.
“Indonesia punya gap yang lebar dalam hal pertumbuhan produksi dan produktivitas gula dibandingkan dengan negara lain. Kita lihat beberapa negara seperti Thailand, Brasil, dan Australia bisa terus meningkatkan kapaistas produksi,” ungkap Lin Cha Wei dalam webinar bertajuk Teknologi Off Farm dan IoT dalam Mendukung Kemutakhiran Industri Gula, Kamis (25/11), dilansir bisnis.com.
Data yang diambil menunjukkan bahwa rata-rata kenaikan produksi gula Indonesia ini hanya 2,4 persen dalam kurun waktu 1960 hingga 2015. Dibandingkan dengan Brasil, pertumbuhannya mencapai 4 persen lebih unggul 1,6 persen. Sementara untuk Thailand kenaikan produksinya mencapai 7 persen.
Faktor pemicu rendahnya produksi gula
Faktor-faktor yang memicu rendahnya produksi di Indonesia diantaranya yakni kualitas bibit yang rendah, praktik pertanian tradisional, dan perkebunan tebu yang terbesar milik petani kecil.
“Di sisi off farm pemicu produktivitas yang rendah adalah mesin berusia tua yang minim penanganan, serta operasional dan manajemen transportasi yang terbatas. Padahal ini bisa mengadopsi digitalisasi sebagai solusi,” lanjutnya.
Dengan luas area mencapai 485.000 hektare (ha), rendemen gula Indonesia hanya sekitar 7,4 persen. Hal ini berbeda dengan negara Brasil yang mencapai 15 persen. Sementara untuk negara Thailand 11 persen. Sekitar 63 persen pabrik gula di Indonesia mengahdapi ketidakseimbangan rasio luas area tanam juga kapaistas giling. Tentunya ini tidak lepas dari kruangnya area penanaman dikarenakan dialihdungsikan terutama di Pulau Jawa.
“Melihat masalah-masalah ini, usaha harus mengarah pada penyelesaian masalah prioritas. Jadi yang punya relatif kecil sebenarnya bagaimana meningkatkan produktivitas tebu,” paparnya.
Namun, Lin Cha Wei menyampaikan bahwa produktivitas dapat ditempuh dengan beberapa cara. Pertama yakni memperbaiki kualitas tebu, mengembangkan sumber daya manusianya, selanjutnya memperbaiki teknik menanam, dan pengembangan perkebunan di wilayah klaster.
“Selain itu integrated factories juga akan meningkatkan stabilitas dan efisiensi usaha,” tutupnya.