KabarUang.com, Jakarta – Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia meminta agar para pelaku usaha mendukung penerapan pajak karbon untuk menekan dampak krisis iklim.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Kadin periode 2021 hingga 2026 Arsjad Rasjid dalam sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Acara tersebut dilaksanakn pada Jumat (29/10).
Arsjad mengatakan bahwa akan ada banyak keringanan dan keleluasaan yang dirasakan dari aturan yang terkandung dalam UU HPP tersebut. Meskipun begitu, ada sejumlah hal yang memerlukan pemahaman dari para pelaku usaha.
Dia berpendapat ketentuan pajak dari perdagangan karbon yang diatur dalam UU HPP perlu dipahami secara holistik oleh para pelaku usaha. Mereka harus melihat kebijakan ini sebagai salah satu upaya untuk menekan dampak krisis iklim.
“Pajak karbon ini ada pro kontra, tetapi kita bicara jangka panjang. Perlu pemahaman agar usaha lebih sustainable, sehingga ekosistem yang ada bisa bertahan demi anak cucu,” lanjutnya.
pajak karbon
Sejak awal pihaknya mengatakan bahwa Kadin mendukung upaya perbaikan regulasi, diantaranya yakni perpajakan. Adanya UU HPP pun akan sangat mendukung iklim usaha di Indonesia.
Pemahaman para pelaku usaha terkait dengan kondisi saat ini sangatlah penting karena terdapat unsur perbaikan ekonomi dan penanganan pandemi Covid-19. Dalam aspek ekonomi ini perbaikan harus menekankan prinsip berkelanjutan.
“Ini kita bicara jangka panjang. Oleh karen aitu, Kadin siap fasilitasi jika ada yang perlu klarifikasi lebih lanjut mengenai ketentuan pajak karbon,” paparnya.
Pajak karbon sendiri menurut Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menjelaskan bahwa pajak karbon akan diterapkan secara berkala sesuai dengan roadmap dengan memperhatikan perkembangan pasar karbon, kesiapan sektor, juga kondisi ekonomi.
“Pajak karbon ini fungsinya adalah untuk memastikan bahwa Indonesia itu bergeral menuju green economy. Kita menuju net zero emission,” pasalnya.
Dalam penerapannya pajak karbon akan mengedepankan prinsip keadilan (just) dan keterjangkauan (affordable) dengan memperhatikan iklim berusaha dan masyarakat kecil.
“Kalau ada yang mengeluarkan karbon di bawah itu atau di atas itu bisa dilakukan trading. Kalau dengan trading masih belum bisa juga, kit alakukan carbon tax. Karen aitu, carbon tax ini tidak serta merta kemudian diberlakukan. Dia diberlakukannya tentu menunggu seluruh infrastruktur dari carbon market, dari carbon registry,” jelasnya.