KabarUang.com, Jakarta – Pada tahun 2023 mendatang, pemerintah menargetkan tingkat defisit APBN akan kembali ke 3 persen. Namun, tanpa adanya kenaikan sumber penerimaan negara, khususnya pajak, target tersebut akan sulit tercapai.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, inilah alasan mengapa pemerintah berserta DPR dan jajarannya menyepakati RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Namun, meski begitu, pihaknya menilai hal ini akan dulit menutup defisit APBN.
Tauhid menyampaikan pemulihan penerimaan negara ini tidak mudah dilakukan dalam kondisi pemulihan ekonomi. Hal ini karena penerimaan negara, khususnya pajak bergantung pada dunia usaha, contohnya seperti sektor manufaktur dan perdagangan.
Di sisi lain, tingkat konsumsi masyarakat saat ini masih dinilai endah dibandingkan dengan konsumsi pemerintah ataupun ekspor dan impor. Inilah yang menyebabkan sumber penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) terhambat.
Oleh karena itu, dia mengatakan bahwa rencana pemerintah untuk menaikkan tarif PPN bukanlah solusi yang tepat, terlebih menaikkan menjadi 11 persen di tahun 2022. Dia juga mengatakan menaikkan PPN justru akan menghambat pemulihan ekonomi.
menaikkan PPN bukan solusi yang tepat
“Justru ini menjadi kontraproduktif ketika proses pemulihan ekonomi, tapi kenaikan ppn jadi 11 persen, justru akan menghambat,” ungkapnya dilansir bisnis.com, Rabu (6/10).
Tauhid mengatakan permasalahan dasar dari penerimaan yang rendah ini bukan karena tarif yang rendah, namun ada tiga penyebab yang lain.
Pertama yakni basis penerimaan perpajakan di Indonesia saat ini belum mampu menyesuaikan dengan perkembangan aktivitas perekonomian rill. Misalnya pada sektor informal dan juga ekonomi digital.
Kedua yakni belanja perpajakan pemerintah untuk pemberian insentif pada tahun 2020 lalu sangat besar. Dimana menurut cacatan pajak pemerintah mencapai Rp 234 triliun.
“Artinya yang seharusnya bisa dipungut jadi penerimaan negara tapi tidak dipungut, itu juga salah satu masalah ketika belanja pajak belum bisa lebih efisien,” lanjutnya.
Terakhir yakni, tingkat kepatuhan perpajakan di Indoensia sendiri masih sangat rendah. Baik yang wajib pajak maupun pajak orang pribadi. Itulah ketiga alasan mengapa penerimaan pajak di Indonesia saat ini masih rendah.