KabarUang.com, Denpasar – Pemerintah Denpasar menyampaikan bahwa sejumlah pengusaha lokal menutup hotel secara permanen di kawasan Denpasar.
Dinas Pariwisata menemukan ada 16 usaha akomodasi yang ditutup permanen. Usaha itu terdiri dari 11 hotel non bintang, 2 pondok wisata, dan tiga villa. Selain itu juga usaha akomodasi yang tutup sementara jumlahnya 141, terdiri dari tiga hotel berbintang, 70 hote non bintang, 32 pondok wisata, dan 36 villa.
Jika ditotal ada 551 jumlah akomodasi di Denpasar yang terdiri dari 49 hotel bintang, 316 hotel non bintang, 90 pondok wisata, dan terakhir 96 villa.
Kepala Dinas Pariwisata Denpasar A. Dezire Mulyani mengatakan bahwa hotel yang ditutup permanen ini berpotensi untuk dijual. Dari jumlah 16 usaha akomodasi yang ditutup, sebagian besar usaha tersebut milik pengusaha lokal.
Ilustrasi via google.com
banyak hotel yang dijual akibat terdampak pandemi Covid-19
Namun, dirinya tidak dapat memastikan berapa presentase usaha akomodasi milik lokal bahkan asing yang ditutup. Dia berpendapat penjualan hotel pun saat ini tidak berpengaruh terhadap proses pariwisata. Pasalnya, hotel itu nantinya akan dibeli oleh pengusaha dengan kemampuan finansial yang lebih mapan. Nantinya, apabila sektor pariwisata sudah dibuka seluruhnya, maka hotel-hotel siap pun siap dibuka.
“Semuanya menunggu pasar, kedatangan wisatawan dalam dan luar negeri. Menunggu kebijakan pemerintah pusat untuk membuka pintu bagi wisman,” jelasnya dilansir bisnis.com, Rabu (1/9).
Menurutnya pembelian maupun penjualan hotel ini dilakukan oleh para pengusaha dengan matang. Dimana mereka merencanakan bisnis lain.
“Tentunya para pengusaha mempunyai business plan yang matang sebelum membeli hotel. Karena bentuk fisik dan fasilitas pendukungnya sudah jadi tinggal aktivasi,” lanjutnya.
Berdasarkan data Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali yang dikutip dari laporan Bank Indonesia, ada 48 hotel yang dijual karena terdampak Covid-19. Dari jumlah tersebut, sebanyak 41 hotel berada di Bandung, 4 hotel di Denpasar, dan 3 sisanya berada di Gianyar.
Di sisi lain, pengamat pariwisata dari Universitas Udayana I Nyoman Sunarta sendiri menilai penjualan aset berupa hotel ini dilakukan karena tidak ada kepastian mengenai kapan selesainya pandemi.
“Ini ibarat pasar tidak percaya dengan kondisi pandemi di Bali, berlanjut dengan mengambil kebijakan penjualan aset,” ungkapnya.