KabarUang.com, Jakarta – Meningkatnya kasus Covid-19 saat ini kembali menghantam dunia usaha. Hal ini karena mobilitas masyarakat diperketat. Sementara, di sejumlah negara, penutupan (lockdown) kembali diberlakukan.
Kebijakan inilah yang membuat para pelaku usaha sulit mempertahankan kinerja. Terlebih untuk para pelaku usaha yang berorientasi pada pasar domestik. Hal ini karena kondisi saat ini hampir bisa dipastikan bahwa permintaan pasar secara agregat yang terkontraksi akibat pembatasan aktivitas masyarakat.
“Kontraksi ini akan lebih parah bila pandemi semakin tidak terkendali dan tekanan untuk melakukan lockdown total dituruti pemerintah,” ungkap Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani, dilansir kontan.co.id.
Belum lagi syarat dan ketentuan dari kebijakan PPKM diperketat bagi para pelaku usaha yang berada di zona merah. Terlebih, umumnya pelaku usaha yang berada di zona merah adalah sentra ekonomi dan pusat produksi nasional. Hal ini membuat pelaku usaha berada di kondisi tidak dapat mengupayakan normalisasi atau bahkan peningkatan kinerja.
Ilustrasi via rri.co.id
strategi pengusaha bertahan di tengah pandemi
Shinta mengatakan untuk mengatasi hal ini pelaku usaha menyusun strategi untuk menahan penurunan kinerja yang sangat bergantung pada orientasi pasar dan jenis industrinya. Untuk ekspor sendiri, perusahaan masih bisa mengatur chift work dan produksi 24 jam sesuai dengan ketentuan protokol yang berlaku.
Namun, bagi pengusaha yang berorientasi domestik, startegi bisnisnya terbatas pada perubahan pendekatan penjualan, offline ke online. Selain itu juga transisi skema kerja WFO-WFH jika industrinya memungkinkan atau strategi lainnya yakni alih produksi untuk mempertahankan kinerja. Caranya dengan memaksimalkan demand pasar yang masih ada.
“Ini sebetulnya sudah banyak dilakukan pelaku usaha sejak tahun lalu sehingga kami tahu strategi ini pun ada batasnya dan tidak akan bisa maksimal mempertahankan kinerja selama demand pasar domestik masih tertekan. Jadi sebagian pelaku usaha malah kembali tutup sementara demi mempertahankan modal,” jelasnya.
Pihaknya mengatakan bahwa idealnya pemerintah saat ini kembali memberikan stimulus konsumsi berupa buffer dalam bentuk social safety net. Selain itu juga, misalnya saja stimulus produktif dalam bentuk pelonggaran pemberian kredit bagi pelaku usaha.