KabarUang.com, Jakarta – Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berupaya mengejar target guna menggali potensi penerimaan dari sektor makanan dan minuman (mamin), farmasi, juga alat kesehatan.
Pilihan untuk mengejar penerimaan target ini karena ketiga sektor tersebut justru positif di tengah pandemi. Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Anaysis (CTA) Fajry Akbar mengatakan bahwa sektor makanan minuman ini memiliki potensi penerimaan pajak yang tinggi. Hal ini karena konsumsi masyarakat terhadap makanan minuman semakin tinggi di masa pandemi.
Sementara, untuk sektor farmasi sendiri, tidak semuanya berhadapan mendapatkan berkah dan tumbuh positif. Seperti halnya multivitamin yang cenderung stagnan. Untuk alat kesehatan sendiri, meskipun tumbuh positif namun kontribusinya tidak terlalu besar.
“Untuk industri alat kesehatan saya perlu hati-hati. Jangan sampai panggilan potensi ini dalam praktiknya malah kontraproduktif dengan penanganan pandemic,” ungkap Fajry dilansir kontan.co.id, Senin (8/3).
Dirinya menambahkan ada sektor yang harus dioptimalkan oleh otoritas pajal seperti sektor jasa telekomunikasi. Hal ini karena pandemi mengubah sebagian pola hidup masyarakat menjadi seba online. Dimana jasa telekomunikasi penggunaannya menjadi meningkat.
Ilustrasi via google.com
Rencana Ditjen
Laporan Kinerja (Lakin) Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) 2020 ini mengatakan bahwa rencana dari aksi tersebut terbagi dalam beberapa sektor yang akan dikembangkan. Pertama, industri makanan dan minuman termasuk produk sawit, produk makanan kesehatan seperti sarang burung walet dan produk pakan ternak.
Kedua yakni industri farmasi antara lain obat, herbal atau tradisional. Ketiga yakni industri alat kesehatan seperti alat pelindung diri (APD), masker, termasuk alat-alat olahraga seperti sepeda.
Ditjen Pajak pun menimbang bahwa ada beberapa hal yang melandasi potensi pajak dari kesemua sektor yang termasuk dalam industri manufaktur. Pertama yakni memiliki kontribusi produk domestik bruto yang besar. Kedua, nilai potensi dan tax gap yang cukup signifikan. Selanjutnya yakni memiliki ability to pay yang tinggi.
“Maka penggalian potensi untuk skala nasional diusulkan dapat diarahkan pada tiga sketor industri pengolahan,” dikutip dari Lakin Ditjen Pajak 2020 yang telah rilis pekan lalu.