
KabarUang.com, Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja mengatakan bahwa PSBB Jawa Bali yang akan direncanakan pada 11 Januari hingga 25 itu akan menghambat pergerakan ekonomi.
“Ada beberapa catatan atas pembatasan yang akan diberlakukan. Pertama, pembatasan harus disertai dengan penegakan terhadap pemberlakuan ataupun penerapan atas protokol kesehatan yang ketat, disiplin dan kosisten. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka pembatasan akan menjadi tidak efektif,” jelasnya dilansir kontan.co.id, Kamis (07/01).
Alphonzus menyampaikan terhambatnya pergerakan ekonomi ini bisa berdampak pada terpuruknya pusat perbelanjaan. Bahkan pengusaha perbelanjaan berpotensi menutup usahanya atau menjual usahanya.
PSBB Merugikan Pengusaha
Pembatasan yang diberlakukan akibat masa resesi ekonomi Indonesia ini ada kemungkinan besar target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5% sulit tercapai.
Dia juga menegaskan bahwa pengusaha Pusat Perbelanjaan berharap agar pemerintah benar-benar serius dalam menerapkan pemberlakuan protokol kesehatan. Hal ini agar pembatasan tidak menjadi sia-sia.
“Padahal sudah mengambil resiko dengan terhambatnya kembali pemulhan ekonomi,” lanjutnya.
Alphon menyampaikan saat ini satu-satunya yang bisa dilakukan pengusaha Pusat Perbelanjaan yakni efisiensi demi bertahan dengan usahanya. Namun, dirinya mengatakan bahwa pihaknya juga kehbaisan cara untuk melakukan efisiensi. Hal ini karena pihaknya sudah melaksanakan efisiensi sejak awal pandemi.
“Maka dari itu, akan ada potensi Pusat Perbelanjaan yang tutup ataupun dijual karena sudah tidak memiliki kemmapuan lagi untuk bertahan,” jelasnya.
Di sisi lain, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengatakan bahwa penjualan pada masa libur Natal dan Tahun Baru belum bisa mengompensasi hilangnya pendapatan ketika terjadi pandemi.
“Dari pengamatan kami sejauh ini ternyata belum bisa mengompensasi hilangnya potensi penjualan pada awal pandemi yang bersamaan dengan Ramadan dan Lebaran,” jelas Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey.
Jika penjualan tak kunjung meningkat pada masa itu, maka penjualan perusahaan ritel belum menunjukkan recovery.
Hal ini karena virus Covid yang belum terselesaikan menyebabkan masyarakat merasa enggan untuk berkegiatan di luar urmah.
“Covid-19 yang belum tertanggulangi ini juga terjadi di daerah-daerah luar Jawa. Kenaikan kasus ini tentu mengurungkan niat belanja masyarakat,” tutupnya.