KabarUang.com, Jakarta – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) resmi merilis izin penggunaan darurat vaksin Covid-19. Pada saat yang sama, BPOM pun menjelaskan efek samping dari vaksin Covid-19, Sinovac.
Ilustrasi via google.com
“Hasil efficacy uji klinis di Bandung 65,30 persen,” ungkap Kepala BPOM Penny, Senin (1/1) dilansir kontan.co.id.
Sementara, data imunogenisitas vaksin hingga 3 bulan pun cukup baik yakni di atas 99 persen. Imunogenisias sendiri menggambarkan kadar antibodi yang meningkat dan berfungsi sebagai penetralsir dan pembunuh virus yang masuk ke tubuh.
Penny juga menggambarkan bahwa kadar antbodi yang meningkat ini kemudian bisa menetralisir dan membunuh virus.
Dia pun menyampaikan secara keseluruhan, vaksin Covid-19 Connavac ini aman digunakan. Hal ini karena efek sampingnya yang ringan.
“Efek samping yang timbul berupa nyeri, iritasi, pembengkakan. Adapun efek sistemik berupa nyeri otot, fatigue dan demam,” lanjutnya.
Penny menyebutkan bahwa efek samping yang berat yang selama ini ditakutkan itu hanya akan dirasakan dengan tingkat yang rendah. Hal ini terbukti dari pengujian BPOM, efek smaping berat hanya akan terjadi sekitar 0,1 hingga 1 persen.
Efek samping yang berat
“Frekuensi efek samping dengan derajat berat adalah sakit kepala, gangguan di kulit atau diare yang dilaporkan hanya sekitar 0,1 sampai 1%,” jelasnya.
Efek samping itu pun adalah efek samping yang biasa terjadi ketika seseorang menerima dosis vaksin. Biasanya efek samping itu hanya akan berlangsung beberapa saat.
“Efek samping tersebut merupakan efek samping yang tidak berbahaya dan dapat pulih kembali sehingga secara keseluruhan kejadian efek samping ini juga dialami pada subjek yang mendapatkan plasebo,” ungkapnya.
Penny juga meyakini bahwa vaksin Covid-19 ini memiliki tingkat efikasi yang cukup baik. Ini terlihat dari hasil pemantauan dan analisis dari proses uji klinis yang dilakukan di Indonesia. Sebelumnya pun sudah dilakukan tahap uji klinis di Brasil dan Turki.
“Vaksin Sinovac menunjukkan kemampuan dalam pembentukan antibodi di tubuh dan kemampuan antibodi dalam membunuh atau menetralkan virus, imunogenisitas, yang dilihat dari uji klinik fase 1 dan 2 di China, dengan periode pemantauan 6 bulan,” paparnya.