KabarUang.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo menyoroti tentang kinerja ekspor Indonesia yang dinilai belum maksimal. Meskipun hingga Oktober 2020 ini neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus US$ 17,07 miliar. Namun, Jokowi mengatakan bahwa Indonesia masih belum memaksimalkan potensi eskpornya.
Ilustrasi via harianaceh.com
“Kita tidak boleh cepat puas pada capaian saat ini (surplus neraca dagang), karena potensi pasar eskpor yang belum tergarap masih sangat besar. Kita juga masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain dalam peluang ekspor,” ungkapnya.
Hal ini sangat disayangkan, padahal dia berpendapat bahwa potensi ekspor Indonesia itu sangat luas. Hal ini dilihat dari keragaman produknya, komoditasnya, kualitasnya bahkan kreativitasnya.
Jokowi pun menyebut berbagai komoditas Indonesia yang saat ini ekspornya masih tetinggal dibandingkan dengan negara lain. Padahal barang tersebut diproduksi dalam jumlah besar di Indonesia.
Salah satunya yakni kopi. Menurut Jokowi, negara kita merupakan produsen kopi nomor 4 tersebsar di dunia pada 2019. Namun, Indonesia berada di urutan ke 8 untuk produsen kopi terbesar di dunia. Dimana posisinya tergeser oleh Brasil, Swiss, Jerman, Kolombia bahkan Vietnam.
Indonesia perlu perbaiki kinerja ekspor
“Jadi potret kinerja ekspor kopi Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan Vietnam yang pada tahun 2019 mencapai US$ 2,22 miliar, sedangkan kinerja ekspor kopi Indonesia tahun 2019 berada di angka US$ 883,12 juta,” ungkap Jokowi.
Bukan hanya kopi, produk Indonesia yang lainnya, yang merupakan produsen garmen terbesar ke-8 malah menjadi eksportir garmen terbesar ke-22 dunia. Belum lagi, Indonesia berada di urutan ke-19 untuk ekspor home decoration, padahal menjadi produsen kayu ringan terbesar di dunia. Begitu pula dengan ekspor furniture dan perikanan yang hanya berada di peringkat ke-21 dan ke-13. Untuk itu, perlu adanya peningkatan di berbagai sektor ini.
Melihat kenyataan ini, Jokowi meminta adanya pembenahan ekosistem berusaha bagi eksportir. Dia berpendapatan persoalan ini menghambat ekspor dan harus diatasi. Mulai dari regulasi dan prosedur yang rumit yang akan disederhanakan serta dipangkas.
Bukan hanya itu, pihaknya juga meminta agar percepatan dalam negosiasi perjanjian kemitraan ekosistem komprehensif dengan negara-negara di pasar ekspor.
“Dan berbagai perjanjian perdagangan yang sudah ada segera dioptimalkan sambil terus mencari pasa-pasar baru di negara-negara non tradisional, sehingga pasar ekspor kita semakin luas,” pesannya.