KabarUang.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menandatangani Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja meski menuai banyak penolakan.
RUU Cipta Kerja atau Omnibus Ciptaker ini sudah resmi menjadi Undang-Undang No.11/2020. UU ini ditandatangani resmi oleh Presiden Joko Widodo pada 2 November 2020 dan mulai berlaku hari ini.
Ilustrasi via portalsulut.com
“Bahwa dengan cipta kerja diharapkan mampu menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya di tengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi,” dilansir bisnis.com, Selasa (3/11).
UU Cipta Kerja ini hadir dengan format 1.187 halaman. Jumlah ini adalah versi terakhir yang beredar sebelum disahkan oleh Kepala Negara.
Dengan disahkannya UU Cipta Keraja ini menjadi pemutus polemik beredarnya beleid dalam berbagai versi dengan jumlah halaman yang berbeda-beda. Seperti yang diberitahukan sebelumnya, ada beberapa versi naskah final RUU Cipta Kerja yang beredar di masyarakat.
Naskah final UU Cipta Kerja
Misalnya pada tanggal 12 Oktober lalu beredar naskah final sebanyak 812 halaman. Padahal sebelumnya pun smepat beredar di publik naskah RUU Cipta Kerja setebal 905 halaman dan ada pula yang mendapatkan 1.000 halaman.
Naskah setebal 812 halaman itu kemudian diserahkan DPR ke Istana negara. Lalu naskah finalnya berubah menjadi 1.187 halaman. Hal ini terjadi karena naskah sudah disesuaikan Kemensetneg dengan format penulisan baku dalam catatan negara. RUU ini selanjutnya diparipurnakan di DPR pada 5 Oktober 2020.
Bukan hanya dari jumlah halaman yang selalu berubah-ubah, substansi UU Cipta kerja mengalami penambahan kewenangan daerah mengubah kata intervensi menjadi penyesuaian. Bahkan perubahan substansi soal migas.
Di sisi lain, UU ini dinilai janggal oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang diungkapkan melalui cuitannya di akun twitter @FPKSDPRRI pada Selasa (3/11).
“Baca baru sampai halaman 6, kenapa ada pasal rujukan tapi tidak ada ayat,” cuitnya.
Selain itu juga, PKS mengunggah potongan gambar terkait pasal yang dinilai janggal tersbeut. Dimana berbunyi “Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi : a. penerapan Perizinan erusaha berbasis risiko; b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha; c: penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan d. penyederhanaan persyaratan investasi,” kutipan Pasal 6 UU Cipta Kerja.
Pasal ini dinilai janggal karena pasal 5 yang menjadi rujukan ternyata tidak memiliki satu ayat pun.