KabarUang.com, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan sementara penerbitan Surat Penetapan Waktu Pengeluaran (SPWP) ekspor benih lobster hingga waktu yang belum ditentukan.
Keputusan ini tercantum dalam Surat Edaran Nomor B.22891/DJPT/PI.130/XI/2020 yang ditandatangani langsung oleh Plt. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini, Kamis (26/11).
Isi surat edaran ini menjelaskan tentang alasan mengapa surat penghentian penerbitan SPWP yang juga diatur dalam Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster 9Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Rahungan (Portunus spp) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Ilustrasi via sindonews,com
Perizinan ekspor loster dicabut
Selain itu juga, hal ini dilakukan dalam rangka mempertimbangkan proses revisi Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan KKP.
“Surat edaran dikeluarkan hari ini berlaku hingga batas waktu yang belum ditentukan,” ungkapnya, dilansir kontan.co.id.
KKP memberikan kesempatan bagi perusahaan eksportis untuk segera mengeluarkan komoditas benur di packing house dari Indonesia, paling lambat satu hari setelah edaran ini terbit.
Sebelumnya, ada berita mengenai dugaan suap ekspor benih lobster yang disampaikan oleh Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati.
Dirinya menyampaikan bahwa dari awal ada masalah terkait perizinan ekspor benih lobster ini. Hal ini karena Ombudsman Republik Indonesia (ORI) pernah mengingatkan perihal kebijakan pemberian izin ekspor lobster ini mengalami banyak kecurangan.
Namun, sayangnya, Edhy Prabowo tidak mendengarkan penilaian ini sehingga mengambil langkah yang salah.
“Setidaknya telah ada sembilan perusahaan yang telah melakukan ekspor benih lobster per Juli 2020, yaitu CV Setia Widara, UD Samudera Jaya, CV Nusantara Berseri, PT Aquatic SSLautan rejeki, PT Royal Samudera Nusantara, PT Indotama Putra Wahana, PT Tania Asia Marina, PT Indotama Putra Wahana dan PT Nusa Tenggara budidaya,” ungkap Susan.
Dirinya menjelakan bahwa kesembilan perusahaan ini melakukan praktik gratifikasi dengan nominal yang sama kepada Edhy. Maka, Edhy diguga menerima uang senilai 10 miliar. Dirinya meminta agar mekanisme pemberian izin ekspor untuk ke 9 perusahaan ini diselidiki oleh KPK.
“KPK jangan hanya berhenti pada kasus ini Pelru pengembangan dan penyelidikan leih lanjut supaya kasus ini terang benderang dan publik memahami betul duduk perkaranya,” lanjutnya.