KabarUang.com, Jakrta – Presiden Joko Widodo meminta agar jatah libur akhir tahun ini serta jatah pengganti libur Idul Fitri pada bulan Desember dikurangi, Senin (23/11).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa alasan permintaan Jokowi ini ditakutkan akan memicu kenaikan kasus Covid-19. Hal ini akan berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi yang kembali melemah. Dirinya menjelaskan perbedaan libur di hari normal dan di masa pandemi.
Ilustrasi via suara.com
Dalam kondisi normal, hari libur ini biasanya dapat meningkatkan kativitas masyarakat serta mendorong perekonomian. Namun, di masa pandemi ini, libur panjang di masa pandemi ini justru dapat meningkatkan kasus Covid-19 namun tidak membuat perekonomian membaik.
“Berarti harus hati-hati melihatnya. Apakah dengan libur panjang masyarakat melakukan aktivitas mobilitas tinggi namun tidak menimbulkan belnaja dan menimbulkan tambahan kasus Covid. Itu harus dijaga,” ungkap Sri Mulya saat memberikan paparan penjelasan saat konferensi pers APBN KiTa, dilansir kontan.co.id.
Libur akhir tahun bisa menyebabkan klaster baru Covid-19
Sri Mulyani mengatakan pada bulan pertama di kuartal IV, jumlah hari kerjanya sudah lebih pendek dibandingkan dengan tahun lalu. Dimana jumlahnya hanya 19 hari, sementara tahun lalu, sebanyak 23 hari. Nyatanya libur panjang di akhir pekan Oktober ini berdampak pada aktivitas ekspor impor pelabuhan menjadi terganggu karena harus libur. Kegiatan perekonomian ini menurun seiring konsumsi listrik di bidang bisnis yang juga menurun.
“Dan itu menggambarkan berarti dampaknya ke ekonomi di sektor produksi juga menurun, di konsumsi tidak pick up juga,” tambahnya.
Sementara itu, di hari kerja November jumlahnya 21 hari baik tahun ini atau tahun sebelumnya. Sedangkan untuk Desember sendiri, jumlah hari kerjanya 16 hari saja jika libur akhir tahun cukup panjang seperti biasanya.
“Kita tidak hanya lihat satu sisi tapi semuanya. Aspek kesehatan ekonomi kegiatan usaha dan lain-lain. Ini yang dimaksudkan oleh Presiden apakah jumlah hari kerja atau libur panjang dalam suasana Covid-19 menimbulkan dampak unintended ekonomi tidak terjadi kenaikan,” jelasnya.
Sri Mulyani berpendapat bahwa konsumsi masyarakat kelas menengah masih sulit didorong. Hal ini karena kelas menengah ini erat kaitannya dengan kepercayaan mereka dalam penanganan pandemi.
“Idealnya vaksin sudah ada, sehingga vaksin bisa kita betul-betul masyarakat memiliki confidence. Ini sedang dihadapi semua negara karena menghadapi situasi sama di mana masyarakat ingin melakukan aktivitas tapi sangat tergantung pada apakah covid bisa dikendalikan,” tutupnya.