KabarUang.com, Jakarta – Setelah aksi demo dan memilih bungkam, akhirnya Presiden Joko Widodo memberikan tanggapannya terkait maraknya unjuk rasa atas penolakan Omnibus Law. Jokowi mengatakan meskipun banyak pihak yang bersikeras menolak UU Cipta Kerja, pemerintah tetap akan melaksanakan Omnibus Law.
Ilustrasi via google.com
UU Cipta Kerja resmi disahkan setelah pembahasan antara DPR bersama pemerintah terjadi pada 5 Oktober 2020. Jokowi mengatakan bahwa Omnibus Law ini sudah merevisi banyak Undang-Uandang dan akan membuka lapangan pekerjaan. Pemerintah yakin dengan adanya UU Cipta Kerja, rakyatnya bisa memperbaiki kehidupan mereka.
“Pemerintah berkeyakinan melalui UU Cipta Kerja ini jutaan pekerja dapat memperbaiki kehidupannya dan juga penghidupan bagi keluarga mereka,” ungkap Jokowi di Istana Bogor, Jumat (9/10).
Presiden melanjutkan alasan mengapa Omnibus Law diperlukan. Hal ini mengingat jumlah angkatan kerja Indonesia yang besar. Dimana setiap tahunnya terdapat 2,9 juta penduduk usia kerja yang baru masuk pasar kerja.
Penambahan ini juga dilatarbelakangi pendidikan yang kurang bisa bersaing. Jokowi mengatakan sebanyak 87% dari total penduduk bekerja memiliki tingkat pendidikan setara SMA ke bawah. Sementara, sebanyak 39%nya berpendidikan sekolah dasar. Kondisi inipun diperparah dengan adanya pandemi Covid-19.
Tujuan diberlakukannya Omnibus Law
Data di pemerintahan mencacatkan kurang lebih ada sekitar 6,9 juta pengangguran di Indonesia. Sebanyak 3,5 juta pekerja terdampak pandemi. “Sehingga perlu mendorong penciptaan lapangan kerja baru khususnya di sektor padat karya,” lanjutnya.
Tujuan dari diciptakannya Omnibus Law yakni membuka lapangan kerja bagi masyarakat luas. Selain itu juga, Omnibus Law Cipta Kerja menjanjikan mudahnya pendirian usaha mikro dan kecil. “Perizinan usaha untuk usaha mikro kecil tidak diperlukan lagi, hanya pendaftarannya saja. Sangat simpel,” lanjut Jokowi.
Ketika sidang pun, sebenarnya Omnibus Law Cipta Kerja ini memiliki banyak penolakan dari sejumlah kalangan. Diantaranya yakni serikat buruh yang menilai adanya UU ini merevisi UU Ketenagakerjaan dan mengurangi hak-hak buruh.
Penolakan lainnya yakni dari Serikat Petani Indonesia (SPI). Hal in dikarenakan aturan dalam UU tersebut dan mengancam petani kecil dengan membandingkan perlindungan dari impor dan juga pangan.