KabarUang.com, Jakarta – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memiliki harapan terhadap adanya RUU Cipta Kerja. Dia ingin mengurai kompleksitas persoalan ketenagakerjaan di Indonesia.
Ilustrasi via Twitter
Sekretaris kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan bahwa RUU Cipta Kerja ini dirancang untuk menjadi solusi berbagai persoalan yang menghambat transformasi ekonomi nasional. Misalnya seperti obesitas regulasi, rendahnya daya saing dan meningkatkan angkatan kerja yang sedang membutuhkan lapangan kerja.
“Jika sudah disahkan menjadi Undang-Undang dan berlaku efektif, UU Cipta Kerja diharapkan bisa memberikan kepastian dan kecepatan perizinan investasi, serta adanya kepastian hukum,” ungkap Susiwijono dilansir kontan.c0.id, Jumat (2/10).
RUU Cipta Kerja ini juga diharapkan akan adanya perbaikan yang signifikan pada struktur ekonomi nasional. Dengan begitu, perekonomian Indonesia bisa tumbuh di kisaran 5,7% hingga 6%. Pertumbuhan ekonomi ini bisa tercapai dengan adanya penciptaan lapangan kerja sebanyak 2,7 juta hingga 3 juta per tahun.
RUU Cipta Kerja diharapkan bisa mengatasi persoalan pekerja yang ada
Selanjutnya, ada pula peningkatan kompetensi pencari kerja serta kesejahteraan pekerja. Ada pula peningkatan produktivitas pekerja yang berdampak pada peningkatan investasi bahkan pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut lagi, UMKM dan Koperasi memberikan kontribusi sebesar 6,6% hingga 7% dalam kontribusinya.
Menteri Perekonomian Indonesia menjelaskan jika tidak ada pembenahan yang mendasar terkait struktur ekonomi nasional melalui RUU Cipta Kerja akan ada resiko yang mengancam ekonomi Indonesia di masa mendatang.
Ancaman itu mulai dari lapagan kerja akan pindah ke negara lain yang lebih kompetitif, penduduk yang tidak bekerja semakin tinggi, terjebak dalam middle income trap dan daya saing kerja yang rendah.
Menteri Susi pun mengatakan bahwa kondisi pandemi Covid-19 ini membuat masalah ketenagakerjaan semakin kompleks. Hal ini karena ada 3,06 juta pekerja yang terdampak dan 1,44 juta terkena PHK.
Jika dilhat dari BPS per Februari, ada 137 juta orang angkatan kerja, dimana yang terserap hanya 131,01 juta orang. Namun, 39,44 juta orang itu adalah pekerja paruh waktu dan setengahnya menganggur.
“Artinya, jumlah pengangguran dan angkatan kerja yang bukan pekerja penuh seluruhnya mencapai 46,32 juta,” jelas Susiwijono.