KabarUang.com, Jakarta – Undang-undang (UU) Cipta Kerja memberikan katalis positif untuk emiten batubara di teng
ah melemahnya tren harga batubara. Dimana pemerintah memberikan dalam bentuk relaksasi royaliti sampai dengan 0%.
Ilustrasi via google.com
Rinciannya tertera dalam pasal 128A UU Cipta Kerja. Pasal ini adalah pasal sisipan antara pasal 128 dan 129 yang disebutkan bahwa pelaku usaha yang melakukan peningkatan nilai tambah batubara dapat memberikan perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara. Perlakuan ini maksudnya adalah kegiatan peningkatan nilai tambah batubara berupa pengenaan royalti sebesar 0%.
Analis MNC Sekuritas Catherina Vincentia mengatakan bahwa pasal ini sesuai dengan tujuan diciptakannya UU Cipta Kerja. Dimana tujuannya menarik investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Kebijakan kewajiban hilirisas ini yakni memberikan nilai tambah bagi hasil tambang batubara di Indonesia.
“Hanya saja, dampak dari kebijakan ini bersifat untuk jangka panjang karena Indonesia tidak akan dapat bertahan jika hanya mengandalkan ekspor. Kewajiban hilirisasi membuat batubara lebih bernilai sehingga bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi,” ungkapnya dilansir kontan.co.id.
Sebelumnya, dirinya menjelaskan bahwa penurunan harga batubara ini disebabkan karena China yang melakukan pengurangan penggunaan batubara.
“Selama beberapa tahun terakhir China memang telah melakukan pengurangan penggunaan batubara sehingga dapat terlihat tren impor batubara yang menurun. Tidak hanya Australia, impor batubara dari Indonesia juga menurun 37% yoy pada September 2020,” jelasnya
Dampak UU Cipta kerja terhadap emiten batubara
Akhirnya, dengan harga jual itu batubata bisa lebih tinggi. Emiten batubara pun akan mendapatkan keuntungan dengan kebijakan ini. Selain itu juga, ada beberapa poin dalam UU Cipta Kerja yang dibuat untuk memudahkan perusahaan batubara dalam memudahkan perusahaan dalam memperpanjang izin operasional.
Sementara, analis Mirae Asset Sekuritas Andy Wibowo menuliskan bahwa UU Cipta Kerja dapat menciptakan efisiensi birokrasi pada sektor ketenagalistrikan. Misalnya saja ketika pemerintah pusat bisa merumuskan dan menciptakan kebijakan energi tanpa harus membicarakan dengan DPR.
“Oleh sebab itu, kami melihat ini akan memberikan kemudahan dalam pembangunan infrastruktue energi dalam jangka panjang. Apalagi sesuai rencana bisnis kelistrikan Indonesia 2019-1028, komposisi kelistrikan akan didominasi energi batubara. Kami mencatat bauran energi Indonesia dari batubara akan sebesar 64,4% dari keseluruhan bauran energi Indonesia pada 2018,” tulisnya.