KabarUang.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani (Menkeu) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi pada 2021 mendatang sebesar 5% year on year (yoy). Target ini sebagaimana asumsi dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN) Tahun 2021.
Ilustrasi via tempo.com
Menkeu mengatakan bahwa target pertumbuhan ekonomi di tahun depan ini sejalan dengan momentum pemulihan ekonomi pada kuartal III-IV 2020. Setelah sebelumnya, kontruksi ekonomi minus 5,32% yoy di kuartal II-2020 di mana diproyeksikan tahun ini akan berbalik positif.
Hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor. Pertama yakni konsumsi pemerintah akan didorong guna mendukung daya beli masyarakat melalui program perlindungan dengan didukung inflasi yang terjaga di level 3%. Sementara, anggaran perlindungan sosial pada program PEN ini sebanyak Rp 110,2 triliun.
Keempat yaitu perdagangan ekspor dan impor diprediksi akan tumbuh. Hal ini mengingat adanya potensi perbaikan supply dan demand di pasar global dengan harapan pandemi akan segera mereda.
Meski begitu, Menkeu tidak memungkiri bahwa ada ancaman terjadinya gelombang kedua pandemi Covid-19, terutama di Amerika Serikat (AS) dan juga Uni Eropa.
Risiko dalam menjalankan bisnis di masa pandemi
“Risiko ketidakpastian ini musti dikelola dengan kehati-hatian tinggi agar dampak negatif dapat dimitigasi atau diminimalkan. Sehingga pemulihan nasional maupun pemulihan ekonomi dapat berjalan namun pasti,” ungkap Menkeu, Sri Mulyani, saat Rapat Paripurna dilansir kontan.co.id.
Selain pertumbuhan ekonomi dan inflasi, tahun depan pun diperkirakan asumsi dasar makro ekonomi yang sudah ditetapkan adalah nilai rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sebesar Rp 14.600, di mana tingkat suku bunga 10 tahun 7,29%.
Selanjutnya yakni lifting minyak mentah Indonesia sebanyak 705 ribu barel pper hari dengan sums harga US$ 45 perls barel. Sementara itu, lifting gas bumbu itu dipaket harganya terlalu jauh. Sementara, lift gas bumbu dipatok sebesar Rp 1.007 juta barel dalam neduh sendiri.
Dana PEN dalam APBN sebesar 5,75% terhadap penduduk produk domestik. Namun pembayaran yang ada di kerja dsa Rp 1.006.81. Dimana pembiayaan defisitnya akan bersumber dari pembiayaan utang Ro 1.177,35 triliun. Sementara, pembiayaan investasi negatif Rp 184,46 triliun, pemberian pinjaman sebanyak Rp 450 triliun. Kewajiban pinjaman negatif Rp 2,72 triliun dan pembiayaan saldo anggaran lebih efisien senilai Rp 15,76 triliun.