KabarUang.com, Bangladesh – Dilansir dari Bloomberg, kenaikan angka putus sekolah pada anak perempuan guna mengurangi beban keuangan keluarga. Terlebih, masa pandemi ini mendorong banyaknya keluarga yang kehilangan pendapatannya.
Ilustrasi via media
Pandemi ini sudah menghancurkan pekerjaan dan mengurangi pendapatan rumah tangga di kawasan Asia. Bahkan, menyeret 100 juta orang ke dalam jurang kemiskinan.
Malala Fund, organisasi nirlaba yang mempromosikan pendidikan anak perempuan menyatakan ada 20 juta lebih anak perempuan usia sekolah menengah putus sekolah secara global. Angka putus sekolah ini bertambah menjadi 35 juta anak perempuan.
Salah satunya seperti Lina, seorang siswa kelas 11 Kamboja yang terpaksa putus sekolah. Penyebabnya yakni orang tuanya ingin dia meninggalkan pendidikannya dan mencari pekerjaan untuk membantu membayar utang keluarga.
Tingkat angka perempuan putus sekolah meningkat
Hal ini pun diperkirakan akan memperburuk defisit pendidikan bagi anak perempuan di negara miskin. Padahal, angka partsipasi sekolah menengah perempuan pun sudah rendah bahkan sebelum pandemi terjadi. Ini bisa menjadi kemunduran pendidikan anak perempuan serta kesetaraan gender di beberapa negara termiskin di dunia.
Organsasi nonprofit Room to Read melakukan survei kepada 28.000 anak perempuan di Bangladesh, Tazmania, Kamboja, Laos, Nepal, Sri Lanka, dan Vietnam. Hasilnya menunjukkan bahwa 42% melaporkan mengalami penurunan pendapatan keluarga selama pandemi terjadi. Untuk itu, satu dari dua anak perempuan yang disurvei berisiko putus sekolah.
“Ketika keluarga tidak mampu membiayai sekolah dah harus memilih, mereka akan sering mengirim dan harus memilih, mereka akan sering mengirimkan anak laku-laki. Kesulitan keuangan dan stereotif budaya tentang peran gender memainkan peran utama dalam menahan anak perempuan di negara berkembang untuk menyelesaikan pendidikan mereka,” ungkap Joh Wood, seorang pendiri Room to Read.
Meskipun begitu, keseluruhan cakupan masalah itu masih belum jelas. Hal ini karena banyak sekolah yang tutup selama pandemi. Namun, pihak yang bersangkutan seperti Bank Dunia dan UNICEF memantau situasi ini seluurh dunia.
“Lebih banyak keluarga yang kurang beruntung akan mengalami perjuagan kuhusus karena dampak ekonomi. Ini akan mempersulit mereka untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Salah satu pelajaran dari pandemi ini adalah pentingnya peran keluarga dalam menudukung pendididak anak-anak mereka,” ungkap Toby Linden, manajer praktir pendidikan Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik.