KabarUang.com, Jakarta – PT Kimia Frma (Persero) sedang dalam tahap produksi bahan baku obat (BBO) kelima setelah selesai dengan empat BBO demi memenuhi kebutuhan industri. Adapun kontribusi pengurangan nilai impor BBO ini sekitar 2,7 persen.
Ilustrasi via Kumparan.com
Hal ini sama seperti yang dikatakan oleh Sekretaris Perusahaan Kimia Farma, Ganti Winarno Putro. Dirinya mengatakan bahwa pihaknya sudah memproduksi Atorvastatin dan Simvastatin untuk anti kolesterol, Clopidogrel untuk pengencer darah serta Entecavir untuk antivirus. Meskipun jesni BBO kelima ini belum dipastikan akan diproduksi namun pihaknya menyatakan akan segera mengembangkan BBO tersebut dalam waktu dekat ini.
BBO kelima masih dalam tahap perencanaan
“(Perseroan) akan mengembangkan BBO untuk obat antikolesterol, pengencer darah, anti virus/antiretroviral, paracetamol dan BBBO lainnya sesuai dengan kebutuhan industri,” ungkapnya dilansir bisnis.com, Jumat (31/07).
Dirinya pun menyampaikan bahwa perseroan memproduksi BBO melalui perusahaan patungan dengan industriwan farmasi asal Korea Selatan yakni PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia (KFSP) yang ditargetkan daat mengurangi impor BBO. Pasalnya produksi saat ini di level 90% dari kebutuhan nasional, agar berkurang menjadi 75 persen pada 2024 mendatang.
Kementerian Perindustrian pada akhir kuartal I/2020 lalu sudah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 16/2020 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perhitungan Nilai TKDN Produk Farmasi. Adapun, perhitungan TKDN ini berbasis produksi secara kasat mata.
Maksudnya yakni asal tenaga kerja, asal material serta permesinan memiliki peranan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai investasi. Beleid itu sendiri mengatur bahwa kandungan bahan baku memiliki bobot 50 persen, penelitan serta pengembangan sebesar 30 persen, produksi sebesar 15 persen dan terakhir pengemasan hanya 5 persen.
Pihaknya berharap industri BBO yang dilakukan oleh emiten ini dapat meningkatkan presentase TKDN perseroan. Sebelumnya, pihak Plt. Direktur Industri Kimia Hilir serta Farmasi Kementerian erindustrian Adi Rachmanto yang menyatakan akan menyelenggarakan program link and match. Dimana yang menjadi partisipasinya adalah peneliti dan industriawan. Hal ini dilakukan untuk menggenjot ketersediaan BBO nasional.
“Kita memiliki bahan baku hayati asal Indonesa sekitar 30.000 jenis. (Namun), yang menjadi bahan baku fitofarmaka 60 jenis, sedangkan baru ada 300 jenis yang sudah menjadi (BBO) herbal. Dalam 10 tahun ke depan, diprediksikan kita akan positif 70-80 persen (BBO) yang diproduksi di dalam negeri,” paparnya.