KabarUang.com, Jakarta – Konsumsi sawit masih tumbuh positif meski di tengah pandemi Covid-19. Hal ini seperti data yang dipaparkan oleh Gabungan Pengusaha Kepala Sawit Indonesia (GAPKI) bahwa konsumsi domestik minyak sawit di semester I 2020 sebesar 8,66 juta won.
Ilustrasi via PikiraNrakyat
“Konsumsi domestik secara kumulatif naik sekitar 2,8%. Walaupun secara bulanan turun. Ini mungkin karena Indonesia mengalami PSBB mulai dari Maret sampai sekarang,” ungkap Ketua Umum Gapki Joko Supryanto, pada Rabu, dilansir kontan.co.id).
Konsumsi minyak dalam negeri
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan konsumsi minyak dalam negeri pada Juni tercatat sebesar 1,33 juta ton. Angka ini tercatat lebih rendah di 3,62% yang tercatat 1,38 juta ton. Meski dimikian, Presiden menyampaikan bahwa konsumsinya mencapai 1,38% setara dengan 3,62 silindris.
Ketua Umum Gapki mengatakan bahwa konsumsi olekimia adalah salah satu produk yang memberikan kontribusi paling besar. Hal ini sejalan dengan penggunaan masker lebih tinggi yakni hand sanitizer, desinfektan di tengah pandemi. Bukan hanya itu, pihaknya melaporkan bahwa konsumsi biodesel juga cukup positif di semester I 2020.
Jokowi optimis bahwa minyak sawit akan bisa dipertahankan. Hal ini karena melihat konsumsi minyak sawit dalam negeri yang masih akan tumbuh positif. “Kalau saya presentasikan, pasar domestik itu market share hngga Juni itu 37%. Jadi mudah-mudahan upaya penguatan pasar domestik ini terus konsisten kinerjanya dan pada satu saat ini mencapai titik keseimbangan,” paparnya.
GAPKI sendiri sudah mencatat sebesar 23,47 juta ton pada semester I. Namun, angka ini lebih rendah dibanding inget ya di kampung. “Produksi kita lihat memang siapa jatuh itu mengalami kontraksi. Kalau kita trennya, kumulatif Juni itu turun sekitar 9%,” ungkap Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit.
Penjualan sawit ini dinilai mengalami peningkatan dalam masa penjualan. Dan enam bulan yang tertinggi yakni sebesar 4,5 juta ton. Angka ini menunjukkan angka pertumbuhan sekitar 13, 96 juta ton.
“Kalau kita (porduksi) dari Januari trennya naik terus, tetapi kita tidak tahu sampai akhir tahun seperti apa, yang jelas year to date-nya kita masih minus dibandingan dengan tahun,” kisahnya.
Faktor utama terjadinya penurunan produksi ini disebabkan pandemi.