KabarUang.com, Jakarta – Pandemi membuat pasar dan harga batubara masih tertekan akibat oversupply yang terjadi secara global. Untuk itu, emiten memasang berbagai strategi termasuk dengan menghentikan produksi sementara.
Ilustrasi via APBI-ICMA
Beberapa industri batubara memilih untuk mengerem produksi sementara. Namun, beberapa diantaranya seperti PT Indika Energy Tbk (INDY) dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) belum berencana untuk mengikuti strategi tersebut. Hal ini karena pihaknya masih harus mengejar target yang telah disetujui pemerintah dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2020 sebesar 30,95 juta ton.
Head of Corporate Communication INDY Ricky Fernando mengatakan bahwa rencana produksinya tahun ini dibagi pada kedua anak usahanya yakni Kideco Jaya Agung sebanyak 29,65 ton dan Multi Tambangjaya Utama (MUTU) sebanyak 1,3 juta ton. “Hingga saat ini kami mempertahankan target produksi yang telah disepakati pemerintah sebanyak 30,95 juta ton,” ungkap Ricky dilansir kontan.co.id.
Di sisi lain, BUMI pun masih mengejar target sebanyak 85 juta ton hingga 90 juta ton. Di mana perusahaan akan mengeduk emas hitam dari PT Kaltim Prima Goal dan PT Arutmin Indonesia yang merupakan anak perusahaannya. “Tidak berubah pada panduan tahun 2020 dari 85MT-90MT,”ungkap Direktur dan Sekretaris Perusahaan Bumi resources Dileep Srivastava.
Dirinya juga mengatakan bahwa pihaknya sudah menghitung produksi KPC dalam RKAB. Namun, belum bisa meningkatkan produksi lantaran masih menunggu perpanjangan PKP2B dan peralihan statusnya menjadi IUPK. “Hanya KPC (peningkatan produksi), Arutmin menanti konfirmasi status IUPK,” lanjutnya.
Strategi dalam mengatasi harga batubara yang tertekan
Sementara, perusahaan PTBA memilih untuk melakukan perubahan target produksi karena turunnya harga batubara. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Sekretaris PTBA Apollonius Andwie. “Untuk target produksi di tahun ini akan kami lakukan penyesuaian dengan mempertimbangkan kondisi market. Ini merupakan satu langkah strategis untuk menjaga keseimbangan antara pasokan dan permintaan,” jelasnya, Selasa (18/08).
Selain PTBA, perusahaan lain yang juga memotong produksi yakni PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT ABM Investama Tbk (ABMM). ADRO sendiri menurunkan angka produksi sebanyak 2 juta ton yang awalnya 54-58 juta ton menjadi 52-54 juta ton. Sementara ABM menurunkan tingkat produksi sebanyak 19% atau 2,8 juta di bawah RKAB 2020.