KabarUang.com, Jakarta – Maraknya stimulus yang diberikan pemerintah untuk ekspansi membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengubah proyeksi pertumbuhan kredit. Di mana pihaknya lebih optimis dari 1-2% menjadi 3-5%. Namun, analis dan ekonom mengatakan bahwa pertumbuhan kredit 4% sulit dicapai.
Ilustrasi via okezone.com
Analis dan ekonom menilai bahwa target yang dibuat OJK akan sulit tercapai. Hal ini karena melihat beberapa faktor. Pertama, karena pertumbuhan kredit masih jauh dari target. Faktor lainnya yakni banyaknya restrukturisasi kredit.
Alasan pertumbuhan kredit sulit dicapai
“Sangat sulit untuk mencapai pertumbuhan 4%, sampai Juni saja pertumbuhan kredit baru 1,4%. Belum lagi karena banyak restrukturisasi kredit, bank akan menahan ekspansi,” ungap Kepala Riset Samuel Sekurias Suria Dharma, dilansir kontan.co.id, Rabu (5/8).
Pertumbuhan kredit pada semster I-2020 hanya 1,4%. Hasil ini makin menurun dibandingkan kuartal I-2020 lalu di mana pertumbuhannya mencapai 2,27%. Meski bergitu, Ketua Dwan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan bahwa kredit akan mengalami pertumbuhan pada kuartal III-2020 karena stimulus yang diberikan pemerintah. Diantaranya yakni penempatan dana kepada bank pelat merah serta bank daerah dan pemerintah yang menanggung soal penjaminan kredit UMKM maupun korporasi.
Pemerintah memang sudah menempatkan dana sebesar Rp 30 triliun kepada empat bank Himbara. Di mana sejumlah Rp 43,5 triliun sudah berhasil disalurkan sebagai kredit pada 22 Juli 2020. Pekan lalu tujuh bank daerah pun diberikan dana senilai Rp 11,5 triliun.
“Penjaminan kredit membuat sektor rill kembali bergairah awal semester kedua. Hingga 22 Juli 2020 pertumbuhan kredit telah tumbuh 2,27%. Semoga tren positif ini bisa berlanjut dengan berbagai rencana perbankan untuk menyalurkan kredit dengan memanfaatkan stimulus dari pemerintah,” ungkap Wimboh pada saat konferensi pers KSSK.
Sementara, di sisi lain, Ekonom Indef Bhima Yudhistira memproyeksikan bahwa pertumbuhan kredit akan tumbuh negatif hingga akhir tahun. Dia mengatakan alasannya yakni karena kontraksi pertumbuhan ekonomi -5,2% ada kuartal II-2020 membuat perbankan semakin hati-hati dalam menyalurkan kredit. Alasan lainnya karena kontribusi industri jasa keuangan terhadap PDB nasional .
“Kontribusi industri jasa keuangan termasuk perbankan terhadap PDB kuartal II-2020 sebesar 4,4% ini menurun dibandingkan kuartal I-2020 sebesar 4,7%. Ada kontribusi yang menurun dari industri keuangan kepada perekonomian,” papar Bhima.