
KabarUang.com, JAKARTA – Volume impor sepeda sepanjang semester I/2020 sudah menyentuh rekor baru. Selain itu, ada dua pelabuhan yang ternyata memang memiliki data impor yang dinilai industriwan yang cukup mencurigakan.
Badan Pusat Statistik yang disingkat dengan BPS mendata selama kurang lebih 5 tahun terakhir volume impor sepeda berfluktuatif di kisaran 20-25 juta kilogram pada 2015-2016. Akan tetapi volume impor sepeda melonjak pada tahun 2018 menembus level 46 juta kilogram serta sejak saat itu belum kembali turun ke level 20 juta kilogram lagi.
Volume impor sepeda pada semester I/2020 naik sekitar 20,69 persen menjadi 15,51 juta kilogram dari realisasi periode yang sama tahun lalu yaitu 12,85 juta kilogram. Lonjakan terbesar terjadi pada bulan Juni 2020 atau meroket 132,71 persen menjadi 4,09 juta kilogram secara tahunan.
Jika dari jenis, sepeda biasa orang dewasa serta sepeda biasa anak-anak mendominasi sampai 97,61 persen dari total impor selama 6 bulan pertama 2020. Volume impor sepeda biasa orang dewasa mencapai 8,9 juta kilogram atau 57,98 persen, sedangkan volume impor sepeda biasa anak-anak mencapai 6,1 juta kilogram atau juga sekitar 39,63 persen.
Menurut isu yang beredar ada data yang kurang lazim terjadi jika dilihat berdasarkan pelabuhan entry point importasi sepeda, khususnya pada pelabuhan Belawan dan juga Tanjung Mas. Kedua pelabuhan tersebut dimasuki sekitar konsisten memiliki harga per kilogram yang paling kecil dibandingkan dengan 20 entry point importasi sepeda lainnya.
Per bulan Juni 2020, kedua pelabuhan tersebut merupakan pintu masuk untuk lebih dari 76 persen sepeda impor sepanjang semester I/2020, akan tetapi hanya memiliki median harga sepeda per kilogram sekitar US$0,52. Sementara itu, untuk sepeda impor yang masuk dari pelabuhan lain memiliki median harga per kilogram sekitar US$5,21.
Dengan kata lain, sepeda impor yang masuk dari Tanjung Mas ataupun Belawan memiliki harga sekitar Rp300.000 per unitnya. Sementara itu, untuk harga sepeda yang sama besutan pabrikan lokal memiliki harga jual yakni sekitar Rp3 juta di pasar domestik.
“Bea masuk itu tidak berpengaruh kalau mereka masih tetap main undervalue dan under invoice. [Praktik ini] sempat melonjak, dan sempat menurun, tapi, kelihatannya mulai [melonjak] lagi,” ujar Direktur Polygon William Gozali seperti dikutip dari bisnis.com.
William juga menilai saat ini modus yang kerap digunakan adalah sistem kurir melalui pemesanan marketplace digital. William juga menduga pemerintah menyepelekan praktik kurir ataupun undervalue serta under invoice di industri sepeda lantaran volume importasinya yang kecil.