
KabarUang.com , Jakarta – Volvo Cars mencatat kerugian operasional 110 juta dolar AS (Rp 1,6 triliun) pada semester pertama 2020. Hal itu terjadi sebagai imbas pandemi Covid-19 yang menurunkan daya beli konsumen.
Dilansir Xinhua pada Kamis, Volvo pada semester pertama 2020 menjual 269.962 mobil. Angkanya turun jika dibandingkan penjualan 340.826 unit pada periode yang sama tahun lalu.
Di sisi lain, Volvo mengeklaim mendapatkan pertumbuhan penjualan secara bertahap pada kuartal kedua 2020 di pasar China. Mereka juga masih melihat Amerika Serikat sebagai pasar potensial.
“Penurunan yang kami lihat pada semester pertama bersifat sementara,” kata CEO Volvo Cars, Hakan Samuelsson.
Hakan berharap, pasar otomotif pulih pada paruh kedua tahun ini. Ia meyakini berbagai model mobil listrik akan menempatkan Volvo pada posisi yang kuat untuk memenuhi tren di masa depan.
Perusahaan akan memulai produksi mobil Volvo XC40 P8, yang diikuti model-model lainnya dalam beberapa tahun ke depan.
“Kami akan terus fokus dan berinvestasi dalam elektrifikasi, penjualan online, dan konektivitas,” kata bos Volvo itu.
Volvo Cars juga mengatakan rencana merger dengan perusahaan seinduk Geely Automobile Holdings Ltd untuk sementara ditunda karena rencana Geely Auto untuk jadi perusahaan terbuka (listing) di China. Perusahaan akan melanjutkan pembicaraan di musim gugur.
Sementara itu, Volvo berkeyakinan bahwa bisnisnya akan pulih pada paruh kedua tahun ini. Volvo baru saja melaporkan kerugian operasional selama enam bulan pertama yang disebabkan oleh wabah virus corona yang membuat rantai pasokan terganggu dan penutupan pabrik secara paksa.
Volvo melihat adanya pertumbuhan kembali yang kuat di China selama kuartal II. Volvo mengharapkan kenaikan serupa juga terjadi di Amerika Serikat (AS) dan juga di negara-negara Eropa.
“Jika pasar pulih seperti yang kami harapkan, kami mengantisipasi volume penjualan untuk kembali ke level yang sama pada paruh kedua di tahun 2019 dan juga ambisi kami untuk kembali ke tingkat laba dan arus kas yang sama,” kata CEO Hakan Samuelsson dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari Reuters, Rabu.
“Pemulihan pasar telah memungkinkan perusahaan untuk melanjutkan produksi di semua pabrik, kecuali pabrik Charleston di Ridgeville, South Carolina,” tambahnya.