KabarUang.com, Jakarta – Jokowi sangat marah akibat anggaran kesehatan yang digunakan untuk mengatasi masalah Covid-19 baru terserap 5%. Hal ini diungkapkan oleh Kementerian keuangan.
Pihaknya mengatakan bahwa anggaran kesehatan dalam penanganan dampak pandemi Covid-19 baru terserap Rp 4,48 triliun. Jumlah ini hanya 5,12% dari total anggaran yang seharusnya yakni Rp 87.55 triliun. Serapan anggaran yang saat ini pun naik dari yang sebelumnya tercatat 4,68% atau setara Rp 4,09 triliun.
Ilustras suarajogja.com
Hal itu dipaparkan oleh Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan, Kunta Wibawa Desa Nugraha pada acara media briefing percepatan pencairan anggaran kesehatan via virtual, Jakarta, Rabu (8/7). “Serapan anggaran kesehatan dari Rp 87,55 triliun sudah 5,12%,” paparnya.
Dirinya menyebutkan bahwa lambatnya penyerapan dana kesehatan dalam penanggulangan Covid ini terjadi karena keterlambatan proses klaim pencairan insentif tenaga kesehatan hingga biaya perawatannya. Dia mengatakan, pemerintah sudah sepakat untuk merelaksasi aturan pencairan anggaran kesehatan yang awalnya sangat panjang. Salah satu terobosannya yakni dengan membayarkan uang muka namun proses penyelesaian dokumen dilakukan setelahnya.
“Intinya percepatan sudah dilakukan, melalui permenkes sudah keluar, lalu ada PMK untuk menentukan berapa per daerah nanti perkiraan jumlah tenaga kesehatan yang mendapat insentif, dan biaya rumah sakit sudah ada uang muka sehingga klaim bisa dibayar uang muka dokumennya bisa sambil berjalan,” jelas Kunta.
Jokowi naik pitam akibat anggaran kesehatan yang masih sedikit terserap
Informasi tambahan bahwa program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dialokasikan sebesar Rp 87,55 triliun. Anggaran ini dialokasikan untuk tiga klaster, yakni untuk gugus tugas di bawah BNPB sebesar Rp 3,5 triliun yang ditujukan untuk pengadaan APD, alat kesehatan, test kit, klaim baya perawatan, karantina, mobilisasi dari logistik, dan pemulangan WNI di luar negeri.
Sementara untuk klaster selanjutnya adalah tambahan belanja stimulus sebesar Rp 75 triliun. Anggaran ini ditujukan untuk insentif tenaga kesehatan, santunan kematian tenaga kesehatan, bantuan iuran BPJS, serta belanja penanganan kesehatan lainnya.
Terakhir, klaster ketiga adalah insentif perpajakan sebesar Rp 9,05 triliun, anggarannya digunakan untuk pembebasan PPh pasal 23 termasuk jasa dan honor tenaga kesehatan, pembebasan PPN DTP serta pembebasan bea masuk impor.
Alasan mengapa Presiden marah kepada menterinya akibat isu kesehatan saat ini tengah menjadi masalah yang paling utama di Indonesia. Namum, anggaran kesehatan untuk menangani hal ini malah serapannya sangat kecil.