KabarUang.com, Jakarta – Ekonom prediksi bahwa Indonesia akan masuk dalam jurang resesi sebagaimana yang dialami oleh banyak negara di dunia. Sehingga, saat ini perlu adanya upaya mempersiapkan diri unntuk mempersiapkan skenario terburuk.
Ilustrasi via Portonews.com
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ekonom senior Unversitas Indonesia (UI) Faisal Basri yang mengatakan, Organisation for Economic Coorporation and Development (OECD) memprediksikan bahwa Indonesia tumbuh minus di kuartal II dengan kisaran -2,8 persen hingga -3,9 persen.
“Ayo kita persiapkan kondisi terburuk ini. Yang kita bisa lakukan adalah secepat mungkin kita recovery. Kalau resesi, sudah pasti. Jadi bukan menghindari resesi tapi bagaimana kita cepat recover dan resesinya secetek mungkin. Tidak dalam,” ungkap Faisal, dilansir suara.com, Rabu (29/7).
Dirinya mengatakan bahwa krisis kali ini akan berbeda dengan krisis-krisis yang pernah terjadi sebelumnya. Maka formula baku yang dahulu itu tidak memadai untuk bisa mengatasinya. Dia juga menambahkan semua negara juga akan melakukan penanganan yang sama. Mulai dari melakukan pelebaran defisit hingga paket stimulus serta menurunkan suku bunga.
“Mengingat kondisinya sekarang berbeda, resep baku tidak cukup. Ada dimensi yang harus dikedepankan yakni kesehatan masyarakat dan penyelamatan jiwa manusia. Tidak boleh ada trade off antara ekonomi dan kesehatan, “lanjutnya.
Penanganan dan pemulihan ekonomi adalah kunci
Faisal menegaskan Indonesia baru kali ini merasakan dampak pandemi Covid-19. Hal ini bisa kita lihat mulai dari gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), meningkatnya ketimpangan global hingga penurunan turis mancanegara.
Khusus untuk sektor pariwisata, kunjungan turis mancanegara ke Indonesia bahkan turun hingga 80 persen. Maka, kunci utamanya yakni penanganan serta pemulihan ekonomi adalah penanganan atas meluasnya virus Covid-19.
“Oleh karena itu, jangan terlalu paksakan. Turis ini bisa jadi ujung tombak recovery dalam waktu singkat. Kuncinya kita juga mampu menangani virus sehingga semakin banyak negara bersedia tandatangani travel bubble,” sambungnya.
Selain itu, Faisal juga mengatakan penanganan penyebaran virus menjadi salah satu pertanda bahwa dunia memandang Indonesia. “Contoh Malaysia kasususnya tidak sampai 10 ribu, mereka sudah membuka fasilitas jasa kesehatannya untuk orang asing. Tapi untuk orang Indonesia belum boleh masuk. Ini pertanda betapa dunia melihat kita seperti apa, “paparnya.