KabarUang.com, Jakarta – Perkara BI ynag diharuskan mencetak uang ditengah pandemi menuai pro dan kontra. Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan kepada Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang sebanyak Rp 400 hingga Rp 600 triliun. Pihaknya mengatakan ini akan menyelamatkan perekonomian Indonesia di tengah pandemi Covid-19.

Di sisi lain, Direktur Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Piter Abdullah sependapat dengan dengan DPR. Hal ini terkait stimulus yang diberikan pemerintah unntuk sektor usaha masih tergolong kecil yakni Rp 405 triliun.
Pro kontra soal cetak uang 600 Triliun
Terkait dengan usuluan yang diberikan DPR itu, ekonom Permata Josua Pardede memperingatkan BI bahwa keputusan tersebut menimbulkan banyak resiko. Hal ini karena bank sentral mencetak uang lebih banyak dari biasanya. Salah satu dari sederet resiko itu yakni inflasi. Dimana peredaran uang tinggi namun tidak dibarengi dengan pasokan produk menyebabkan harga barang melonjak dan daya beli masyarakat menurun.
Dirinya yakin bahwa produk barang akan berkurang akibat tingginya harga. Efek dominonya yakni perusahaan bisa saja mengurangi jumlah tenaga kerja. Dampak buruk lainnya yakni, perekonomian akan merosot dan investasi tidak lagi menjadi hal yang istimewa. Maka, BI harus bijak agar stabilitas rupiah tidak terganggu.
Untuk hal ini, Piter sendiri memang sudah memprediksi bahwa akan terjadi inflasi. Namun, pihaknya mengatakan bahwa inflasi ini masih bisa diatur. Dia pun memberikan contoh negara maju lainnya yang mencetak uang lebih dari biasanya, seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia, bahkan Jepang.
Terkait hal ini, ekonom senior Ramli Rizal itu mengingatkan bahwa negara Indonesia berbeda dengan negara-negara maju itu.
“Amerika dan Jepang misalnya, mereka kuat secara ekonomi, jadi sah-sah saja mau melakukan macro pumping. Kalau kita (RI) mau ikut gaya yang sama : jangan mimpi! Ini bisa jadi sumber bancakan baru seperti yang pernah terjadi, yakni skandal BLBI, di mana saat itu recovery hanya sebesar 25%. Kalau begitu, nanti siapa yang mau tanggung jawab?”ciutnya di akun twitter pribadinya.
Hal senada juga disampaikan oleh Josua bahwa BI harus menghindari kejadian yang lalu.
“BI juga menghindari kondisi seperti kejadian BLBI banyak penyelewengan. Kita harus banyak belajar dari pengalaman. Langkah BI saat ini sudah tepat dengan tidak mencetak uang,”ungkap Josua di Jakarta.