KabarUang.com, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2020 tetap surplus diangka 743,4 juta dolar AS. Dimana nilai ekpornya mencapai 14,09 miliar dolar AS dan impornya mencapai 13,35 miliar dolar AS.
Tercatat pada Maret 2020, komposisi neraca perdagangan dari sektor non-migas ini masih mengalami surplus 1,7 miliar dolar AS, sedangkan dari sketor migas sendiri mengalami defisit 932 juta dolar AS.

Dengan begitu, neraca perdagangan selama periode Januari-Maret mengalami surplus 2,62 miliar dolar AS. Dimana nilai ekspornya sebesar 41,79 miliar dolar AS dan impornya 39,17 miliar dolar AS.
Pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi menyampaikan bahwa kenaikan yang terjadi dari sisi volume ini didominasi oleh produk olahan. Menurutnya, pencapaian ini adalah sebuah prestasi.
“Beberapa periode sebelumnya kita melihat berita tentang neraca defisit perdagangan, dan ini sebuah momentum harus kita pertahankan,”ungkap Fithra, Jumat (17/4).
Terlebih menurut Fthra, saat ini trend perdagangan dinilai cukup baik. Seperti ekspor besi baja, mesin peralatan mekanik serta kertas karton sebenarnya adalah produk-produk olahan yang nilai tambahnya tinggi.
Neraca perdagangan surplus
“Kita tidak tergantung dari komoditas yang nilai tambahnya rendah dan saya rasa momentum ini yang harus dimanfaatkan,”ungkapnya.
Fithra sendiri melihat bahwa sepanjang Januari hingga Maret ini neraca perdagangan dipicu oleh nilai ekspor yang jarang terjadi.
“Biasanya kalau neraca perdagangan terjadi surplus itu, maka kinerja import turun dalam dibanding ekspor,”paparnya.
Sepanjang tahun 2020 ini, kinerja ekspor tumbuh cukup baik. Dimana mencetak kurs neraca perdagangan terutama di bulan Februari dan Maret.
“Saya masih melihat kecenderungan surplus ini baik di bulan April atau Mei karena memang ada penurunan impor barang baku, industri kita saat ini melambat, maka permintaan akan bahan baku, juga melabat. Itu sebabnya bukan berita bagus kalau kita lihat ini bisa menganggu ekspor,”jelasnya.
Beberpa bulan terakhir pemerintah sudah cukup anitisipasif dengan melakukan relaksasi kebutuhan impor bahan baku yang kemudian diimpor lagi.
“Kita lihat trendnya sepanjang Januari sampai Maret. Jadi yang kita lihat pada trend ekspor impor ini adalah kenaikan eksport non-migas pada Februari-Maret terjadi meskipun harga rata-rata ekspor non-migas itu turun, ini kenaikan dari sisi volume,”ungkapnya dilansir suara.com.