
KabarUang.com , Washington DC – Meski Amerika sedang menghadapi krisis di bidang kesehatan akibat corona dan berisiko melahirkan resesi ekonomi, kekayaan bersih Jeff Bezos justru melonjak hampir 5% berkat saham Amazon.
Perlu diketahui, saham Amazon meningkat 5,3% pada Selasa (14/4/2020) dengan rekor penutupan baru senilai 2.283 dolar AS (lebih dari Rp36 juta).
“Saat saham Amazon menyentuh angka tertinggi, kekayaan Jeff Bezos diperkirakan tumbuh hingga 6,4 miliar dolar AS (sekitar Rp101 T),” begitu menurut prediksi Forbes, dikutip Kamis (16/4/2020).
MacKenzie, mantan istri Bezos yang mendapat 4% saham Amazon sebagai harta gono gini juga bertambah banyak uangnya. Miliarder teknologi lain yang tahun ini bertambah signifikan hartanya adalah bos SpaceX, Elon Musk, dengan pertambahan USD 10,4 miliar.
Sampai saat ini, Bezos yang menguasai 11,2% saham di Amazon, merupakan orang terkaya di dunia dengan kekayaan bersih berjumlah 138 miliar dolar AS (sekitar Rp2,2 kuadriliun) pada 2020.
Menanggapi kenaikan harga saham Amazon, CEO Ritholtz Wealth Management, Josh Brown mengatakan, “Amazon menjadi utilitas dalam krisis (corona) ini, defensif, dapat diandalkan, sangat diperlukan.”
Pada awal Februari, Bezos menjual sahamnya di Amazon lebih dari 4 miliar dolar AS, membuatnya menerima 3,1 miliar dolar AS setelah dipotong pajak.
Di sisi lain, Bezos dan banyak rekan sejawatnya yang bergelut di sektor teknologi dan ekuitas swasta juga beberapa bidang lain, menjadi semakin kaya akibat dibantu oleh serangkaian stimulus yang dikeluarkan oleh pemerintah dan bank sentral.
Ini terbukti dari meningkatnya jumlah kekayaan bersih gabungan dari 500 orang terkaya di dunia sebanyak 20% dari level terendah tahun ini pada 23 Maret, menurut Bloomberg Billionaires Index.
Namun demikian, apa yang dialami Bezos tidak berlaku bagi banyak pebisnis di sektor lainnya, seperti sektor perbankan. Wells Fargo & Co. dan JPMorgan Chase misalnya. Kedua bank terkemuka asal Amerika Serikat (AS) itu melaporkan kerugian akibat banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Bahkan, jumlah PHK akibat COVID-19 diperkirakan bakal lebih besar dari saat krisis keuangan 2008 terjadi.
Hal tersebut pada akhirnya akan menciptakan kesenjangan yang lebih besar, kata Matt Maley, kepala strategi pasar di Miller Tabak + Co.