KabarUang.com, Jakarta – Menteri Keuangan Srimulyani Indrawati memberikan tanggapan kepada Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini terkait soal pernyataan pihak Banggar yang mengatakan bahwa sejumlah APBN 2018 gagal dicapai.

Pihaknya mengatakan bahwa dasar ekonomi makro yang gagal dicapai ini karena terjadinya perubahan kebijakan di lingkup dunia. Hal tersebut disampaikan pada rapat kerja (raker) dengan Banggar DPR RI.
“Mungkin perlu sebagai catatan bahwa asumsi tersebut ternyata memang sangat dinamis. Tahun 2018 kita semua sepakat bahwa terjadi perubahan policy secara global yang kemudian menyebabkan capital outflow,”ungkapnya di Ruang Rapat Banggar, DPR, Jakarta, Senin (19/8) dilansir detikfinance.com.
Baginya salah satu yang mempengaruhi berbagai asumsi dasar makro ekonomi adalah capital outflow atau aliran modal yang keluar dari Indonesia.
“Dan kemudian dinamika yang sangat besar terhadap nilai tukar, harga minyak dan bahkan terhadap harga komoditas yang lainnya,”ungkapnya.
Tanggapan Sri Mulyani
Pernyataan itu kemudia ditanggapi secara langsung oleh Menteri Keuangan. “Mengenai pertumbuhan ekonomi, tentu bahwa APBN berkontribusi terhadap pencapaian pertumbuhan ekonomi. Namun dia sangat tergantung dengan policy-policy yang dilaksanakan oleh pemerintah, kementrian/lembaga, daerah serta oleh sektor swasta,”ujar Sri Mulyani.
Wanita yang pernah menjadi Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia juga menjawab nilai tukar rupiah yang melesat dari adanya asumsi makro ekonomi.
Sebelumnya Wakil Ketua Banggar Said Abdullah mngakatakan bahwa enam asumsi dasar ekonomi makro serta target pembangunan tahun lalu yang tidak berhasil.
“Dalam pelaksanaan APBN 2018 pemerintah tidak dapat mencapai beberapa target asumsi dasar ekonomi makro dan target pertumbuhan terjadi pada tahun 2018. Pertama yakni pergumuhan ekomo ekonominya yakni 51,7% berada di bawah target asumsi 5,4 %.
Selanjutnya kedua yakni realisasi nilai tukar sebesar Rp 14.247 lebih tinggi sebesar Rp 13.33. 441 US$ per barel. Ketiga realisasi minyak mentah di Indonesia pada 2018 hanya US$ 6,7 per barel, namun lebih tinggi dibanding asumsi APBN sebesar US$ 48 per barel.
“Keempat, lifting minyak hanya mencapai 778.000 barel per hari dari target sebanyak 800.000 barel per hari. Kelima lifting gas hanya mencapai 1,14 juta barel setara minyak bumi per hari dari target 1,2 juta barel setara minyak bumi per hari,”tambahnya.
“Terakhir, tingkat pengangguran terbuka hingga Agustus 2018 yang tercatat sebesar 5,34% lebih tinggi dari target APBN 2018 sebesar 5,0-5,3%”tambahnya.