KabarUang.com, Jakarta – Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kementrian Perindustrian mengatakan bahwa untuk menghadapi industri 4.0 negara butuh 10 juta tenaga kerja.

Menurut data BPSDMI, industri Indonesia akan melewati fase robotik untuk otomatisasi dan langsung menggunakan sensor dan big data. Hal ini dikarenakan biaya untuk membuat robot tidaklah sedikit.
“Kita tidak memilih (menggunakan) robot di sini (Indonesia) karena mahal, apalagi kalau skala ekonominya tidak mencukupi. Apa yang unggul di sini, itu yang kita manfaatkan,”ungkap Kepala BPSDMI Kemenperin Eko S. A Cahyanto, dilansir bisnis.com.
Eko mengatakan contoh peningkatan serapa tenaga kerja terkait pemanfaatan sensor dan big data ini terjadi di PT Schneider Indonesia (SI). Dimana jumlah tenaga kerjanya meningkat berkali lipat dari ratusan ke ribuan orang.
Selain itu dia menagatakan bahwa pertumbuhan tenaga kerja akibat impementasi sensor dan big data itu akan meningkat setiap tahunnya seiring pertumbuhan industri. Adapun implementasi revolusi keempat tersebut dapat menambah pertumbuhan industri hingga 2 persen per tahun.
Eko mengatakan sektor manufaktur akan membutuhkan sekitar 600.000 tenaga kerja baru. Sedangkan Kementrian akan menyediakan hingga 770.000 tenaga kerja dari balai pelatihan, fasilitas pendidikan serta program link and macth.
Menurut dia, generasi Z dan Alpha yang akan menduduki posisi tenaga kerja pada tahun 2035 memiliki pandangan yang berbeda terhadap dunia. Namun, disamping itu, tantangan dalam menghilangkan stigma buruk sekolah menengah kejuruan (SMK) bukan ada pada siswa, tapi pada orang tua siswa.
Dia menjelaskan, bahwa cara pandang memiliki pendidikan tinggi agar mudah mendapatkan pekerjaan sudah tidak relevan lagi. Faktanya saat ini, semakin tinggi pendidikan yang dienyam seseorang maka semakin sulit mendapatkan pekerjaan.
Oleh karena itu, Eko mengatakan akan merubah persepsi orang tua terhdap pendidikan anak. “Anak-anak itu sudah cukup melihat di sekolah. Biasanya tuntunan orang tua untuk sekolah setinggi-tingginya. Mereka generasi z dan Alpha see the world differently, tapi itu sekarang. Ketika mereka menghadapi dunia kerja, mereka akan melihat berbeda lagi pasti,”ungkapnya.