
KabarUang.com, Jakarta – Kehadiran Rancangan Undang-Undang atau yang disingkat dengan RUU Pertanahan memang sangat ditunggu. Karena, selama ini penyelesaian persoalan pertanahan hanya melalui satu instrumen, yakni Undang-Undang Pokok Agraria atau yang disingkat dengan UU PA.
Karena itu, kehadiran RUU Pertanahan diharapkan akan bisa melengkapi UU PA yang sudah ada. Jadi, nantinya kekurangan dalam UU PA dapat disempurnakan dalam RUU Pertanahan.
Akan tetapi seiring berjalannya waktu, ternyata isi RUU Pertanahan tidak lagi seperti yang diharapkan. Bahkan lebih cenderung menciptakan persoalan baru.
Kehadiran RUU Pertanahan tidak lagi bermaksud menyelesaikan masalah, tetapi nantinya justru menimbulkan masalah baru yang berujung pada plegitimasian dan juga pembenaran untuk melakukan perusakan lingkungan.
“Sekaligus membenarkan tudingan internasional bahwa kita memang melakukan deforestasi yang selama ini kita bantah dengan berbagai cara, termasuk me lalui diplomasi internasional oleh pihak terkait,” ungkap pakar kehutanan IPB Bambang Hero di Jakarta kemarin seperti dikutip dari Okezone com.
Bambang juga mencontohkan dalam Pasal 35 ayat 5 RUU Pertanahan yang memaksa pemegang hak untuk menyediakan tanah untuk pekebun dan juga petani atau penambak di sekitar atau yang berdekatan dengan lokasi HGU yang luasnya paling sedikit yaitu 20% dari luas tanah yang diberikan.