KabarUang.com , Jakarta – Presiden Joko Widodo dan Sri Mulyani Indrawati diminta untuk segera menerbitkan aturan untuk mengenakan cukai plastik. Desakan itu dilakukan melalui petisi di change.org yang diinisiasi oleh artis Nadia Mulya dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Heru Pambudi.
Petisi ini sudah ditandatangani oleh 112.761 orang per hari Sabtu (24/11) pukul 09.46 WIB. Angka ini sudah mencapai 75,17 persen dari target tandatangan sebanyak 150 ribu tandatangan.
Di dalam keterangan yang tertulis di situs change.org, Nadia mengatakan bahwa cukai perlu dikenakan lantaran konsumsi plastik harus segera dikendalikan. Sebab menurutnya, penggunaan plastik dianggap cukup berbahaya bagi lingkungan.
Dia mengacu pada data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahwa terdapat 1 juta kantong plastik yang digunakan setiap menit, separuhnya hanya dipakai sekali dan langsung menjadi sampah. Selain itu, temuan dari State University of New York menunjukkan bahwa sampel air minum kemasan yang beredar di Jakarta, Medan, dan Denpasar mengandung mikroplastik.
“Kalau cukai plastik diterapkan, maka produksi dan konsumsi plastik bisa berkurang,” jelasnya dikutip Sabtu (24/11).
Rencana pengenaan cukai plastik hingga kini memang terbilang mandeg, meski tadinya penerimaan cukai plastik sudah dialokasikan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi sempat mengatakan, plastik jenis kresek akan menjadi objek pengenaan cukai plastik terlebih dulu.
Namun belakangan, pemerintah berencana memungut tarif berlapis untuk cukai kantong plastik di tahun depan. Sistem layer atau tarif berlapis ini persis dengan pemungutan cukai yang diberlakukan untuk hasil industri tembakau.
Dengan sistem ini, rencana pengenaan tarif cukai ini terbagi atas dua golongan, yakni kantong plastik kresek yang ramah lingkungan dan yang tidak.
Hanya saja, saat ini masih belum dapat ditentukan tarifnya lantaran Panitia Antar Kementerian (PAK) bersama Komisi XI DPR masih menggodok aturan ini dan merumuskan konsep awal pemungutan cukai berupa Peraturan Pemerintah (PP).
“Saat ini, PAK fokus di PP, kami atur prinsipnya dulu, baru nanti ada di PMK untuk nominal (tarif),” terang Heru beberapa waktu lalu.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan, penerimaan cukai hingga Oktober 2018 di angka Rp106,21 triliun. Angka ini sudah mencapai 68,31 persen dari target penerimaan cukai di APBN sebesar Rp155,4 triliun.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Heru Pambudi, juga berharap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat menyetujui aturan pengenaan cukai plastik secepatnya. Hal ini disebabkan sudah semakin parahnya limbah plastik yang beredar dan mengotori lingkungan.
“Cukai plastik kita terus realisasikan ya, kita lihat lingkungan semakin hari semakin mengkhawatirkan. Terakhir kita lihat paus sekian kilogram di Wakatobi di dalamnya itu semua makan plastik,” tuturnya seperti ditulis Sabtu (24/11).
Pengenaan cukai plastik, menurut Heri, penting untuk segera diimplementasikan guna membatasi peredaran plastik yang kian masif. Dia memaparkan, tidak hanya laut saja yang terpapar limbah plastik, begitupun sungai yang saat ini kondisinya memprihatinkan akibat plastik yang tidak ramah lingkungan.
“Dengan menerapkan cukai kita harapkan konsumsinya bisa ditekan.
Pemerintah juga akan mendorong masyarakat agar sadar tidak sering menggunakan kantong plastik atau memanfaatkan kantong yang ramah lingkungan yakni yang bisa dipakai berulang-ulang,” ujarnya.
Heru mengungkapkan, pemerintah pada dasarnya telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 83 tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Meski demikian, Perpres tersebut dinilai masih belum secara ketat membatasi peredaran penggunaan plastik tak ramah lingkungan. “Momentumnya (situasinya) sudah seperti ini. Jadi itu (Perpres) masih belum cukup,” ungkapnya.
Dia pun menjelaskan pihaknya masih terus berkomunikasi dengan Komisi XI DPR RI untuk membatasi plastik yang tidak ramah lingkungan. “Kendalanya masalah administrasi saja, dan yang kita dorong ini tak semua plastik, melainkan yang tidak ramah saja. Plastik ramah lingkungan kita dorong supaya lebih affordable. Kita masih terus konsultasikan dengan DPR,” tandasnya.
Sebelumnya, seruan untuk mengurangi sampah plastik di Indonesia kembali menyeruak setelah ditemukannya bangkai ikan paus sperma di wilayah perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara beberapa waktu lalu.
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan terus mendorong pengenaan cukai plastik di tahun ini. Target penerimaan negara dari setoran cukai kantong kresek dipatok Rp 500 miliar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.