![]() |
Ilustrasi via liputan6 com |
KabarUang.com, Jakarta – Bank raksasa di Indonesia akan mengalokasikan belanja modal dengan total mencapai Rp11,6 triliun untuk investasi di bidang teknologi informasi (TI) pada 2019.
PT Bank Central Asia Tbk atau BCA menyiapkan dana setidaknya Rp5,2 triliun untuk investasi di sektor digital. Dana itu akan digunakan untuk perawatan produk digital yang sudah ada, dan pengembangan teknologi ke depannya.
“Jadi dari Rp5,2 triliun, nanti misalnya Rp1,8 triliun untuk running program yang ada. Terus Rp1,7 triliun untuk pengembangan,” ungkap Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja.
Selain itu, perusahaan juga akan menggunakan dana tersebut untuk pengembangan sistem pembayaran berbasis Quick Response code (QR code). Transformasi itu, kata Jahja, membutuhkan dana yang cukup besar.
“Ada juga aspek legal-nya,” imbuh Jahja.
Sebelum menerbitkan QR code, pihaknya akan menunggu standar QR code dari Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). Ia berharap ASPI bisa merilis standar QR code awal tahun depan agar tak tertinggal jauh dari perkembangan perusahaan financial technology (fintech).
“Kalau menunggu sampai 2020 ya nanti ketinggalan sama fintech,” tutur Jahja.
Sementara itu, Bank Mandiri mengalokasikan dana US$ 150 juta atau setara Rp 2,2 miliar dengan untuk pengembangan teknologi pada 2019. Presiden Direktur Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan porsi anggaran investasi bidang teknologi itu sama seperti beberapa tahun terakhir. “Dua tahun ini masing-masing 150 juta US Dollar, dalam tiga tahun kami berinvestasi hampir 400 juta US Dollar,” ujar Kartika di kantornya
Kartika mengatakan duit itu bakal digelontorkan untuk pelbagai kebutuhan peningkatan teknologi perseroan. Ketimbang soal pengembangan aplikasi, ia mengatakan porsi investasi terbanyak justru berada di teknologi belakang layar, misalnya server dan keamanan jaringan.
“Aplikasi sebenarnya tidak terlalu mahal, yang mahal itu di belakangnya, seperti server, security dan segala macam yang tidak kasat mata,” tutur Kartika. Ia mencontohkan, di belakang beberapa aplikasi Mandiri, seperti Mandiri Pay maupun Mandiri Online, ada server yang besar untuk menjalankan berbagai transaksi, belum lagi soal fasilitas pusat data.
Pengembangan teknologi, menurut Kartika, adalah hal yang tidak bisa dihindari lagi. Penerapan teknologi termutahir sudah diaplikasikan di berbagai sektor usaha. Teknologi teranyar seperti robotik hingga internet of things, kata dia, sudah menjadi perbincangan, tak terkecuali di sektor keuangan.
“Itu bukan omongan masa depan, tetapi masa sekarang dan sudah diaplikasikan,” kata Kartika. “Ini adalah tantangan bagi kita, bagaimana revolusi industri 4.0 akan mengubah wajah perbankan.”
Selain soal investasi teknologi, Kartika mengatakan perseroan juga akan meningkatkan kapabilitas internal perusahaan. Ia berujar saat ini perseroan menerapkan dua kecepatan perbankan, yakni perbankan zaman dulu, serta perbankan zaman sekarang dan mendatang.”Banking zaman now itu adalah bagaimana mengembangkan kapabilitas digital,” ujar Kartika.
Berbeda dengan bankir zaman dulu yang diarahkan menjadi kepala cabang atau manajer korporasi, pemain perbankan era digital dituntut untuk bisa membangun aplikasi. Dalam rencana Kartika, rekrutan anyar perseroan kedepannya akan mengemban dua fungsi, yakni sebagai bankir yang pekerjaannya membangun aplikasi dan platorm. “Itu enggak mudah untuk membangun budaya dan investasi baru, ini cara bersaing di masa mendatang,” ujar Kartika.
Bank Mandiri juga akan meluncurkan Mandiri Pay, sistem pembayaran berbasis QR code pada Januari 2019 Untuk permulaan, nantinya sistem ini akan terhubung ke layanan dompet digital atau e-wallet yang telah dimiliki oleh perusahaan perbankan pelat merah itu. “Jadi konsepnya QR, saya rasa semua bank sudah ada, tinggal bagaimana nanti QR ini ngelink ke e-wallet atau juga ke debit dan credit card, serta penggunaannya bagaimana,” kata Kartika.